Ada sepasang suami istri muda. Mereka ragu-ragu untuk melahirkan
keturunan atau anak-anak. Alasannya, mereka merasa bahwa dunia ini
semakin jelek, gersang, keras, dan penuh malapetaka. Mereka tidak mau
menyiksa dan menyakiti anak-anak mereka, karena masa depan lingkungan
hidup semakin suram.
Pasangan itu mulai sibuk mengejar karier, kekayaan, dan sukses.
Mereka berdua amat sibuk dengan menjamin masa depan dan barangkali masa
tua mereka. Tidak ada waktu untuk berdoa, untuk kegiatan sosial atau
membantu sesama.
Mereka terbelenggu oleh kesibukan, karya dan rencana mereka. Untuk
soal itu mereka berhasil. Setiap tahun mobil mereka berganti dan rumah
menjadi makin indah. Tetapi masing-masing, baik istri, maupun suami
sebenarnya tidak bahagia, walaupun bicara bersama juga jarang.
Mereka masing-masing seperti disuruh kerja paksa oleh pikiran,
obsesi, dan pandangan hidup mereka. Kerja, maju, cari sukses, itu saja
yang ada dalam pikiran mereka. Mereka dijajah, mereka merana, mereka ada
di jalan buntu, walaupun mungkin belum sadar. Tetapi boleh saja manusia
merencanakan, namun Tuhanlah yang menentukan.
Tanpa dikehendaki, tanpa rencana, tiba-tiba terjadi sesuatu yang tak
terduga. Sang isteri di usia lanjut ternyata hamil. Hidup baru
menawarkan diri. Mereka saling memandang, mereka mulai berbicara, mereka
merenungkan hidup, kesibukan mereka selama ini. Mereka mengaku bahwa
tanpa harapan, tanpa iman, hidup mereka sebenarnya kosong, mencekam, dan
membosankan. Kini berkat Tuhan ada tawaran perubahan, pembebasan dalam
hidup mereka. Hidup baru, kedatangan hadiah Tuhan, membuat hidup mereka
berubah.
Pada saat hidup menjadi layu dan kering, tiba-tiba Tuhan menunjukkan
jalan keluar. Kepala mereka terangkat, hati mereka diarahkan pada si
kecil, mungil, dan lemah. Dan, hidup mereka pun berubah menjadi
bermakna, belenggu penjajahan kerja paksa, tanpa tujuan dan nilai abadi
dipatahkan.
Tiba-tiba mereka mendapatkan masa depan yang baru, mereka mulai ada
waktu untuk mencintai, berdoa, bersyukur, dan berharap. Yang hampir mati
dan tidak berbuah, ternyata berkat intervensi Allah mulai bertumbuh,
berkembang, dan berbuah.
Kita sering diajak untuk menyadari bahwa pola, cara hidup kita sering
salah. Membosankan, penuh kesibukan tetapi tanpa tujuan atau arah,
hidup kita seperti terancam kepunahan, pesimisme, dan ketakutan. Buat
apa semuanya? Ke mana hidup kita? Bagaimana masa depan anak-anak kita?
Gelap gulita, ancaman, dan ketakutan kadang-kadang menguasai pikiran dan
hati kita. Tetapi itu bukan akhir, sebab di tengah-tengah penderitaan,
ada Allah, ada uluran tangan-Nya, yang menghendaki dunia, pikiran, hidup
yang baru.
sumber : duniatraining.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar